Oleh: Nurokhmah, M. Pd. (Guru PKn MAN 1 Yogyakarta)
Agama adalah jalan hidup atau way of life, sehingga sudah seharusnyalah pelaksanaan kegiatan ibadah keagamaan kita dilakukan dengan maksimal dan sepenuh hati. Agama adalah hal utama yang mempengaruhi keseluruhan aspek hidup dan juga sepanjang usia kita. Hal yang sangat wajar dikarenakan kita adalah makhluk yang segala apa yang ada dalam diri kita bergantung sepenuhnya pada Maha Pencipta, Sang Khaliq.
Kehidupan beragama seorang manusia terakses pada dua arah secara vertikal dan horizontal. Secara vertikal adalah melaksanakan semua ibadah dan kepatuhan sebagai hamba kepada Tuhan YME. Secara horizontal adalah kegiatan keagamaan kita yang terkait, baik beriringan ataupun bersinggungan pada interaksi sesama manusia. Secara vertikal itu adalah privasi kita dalam beribadah. Kepatuhan dan kedalaman penjiwaan hanya kita yang tahu, meski secara sudut pandang horizontal orang di sekitar kita bisa mengetahui indikasi sejauh mana kesalehan yang kita lakukan.
Berbicara moderasi beragama maka terfokus pada kegiatan keagamaan kita secara horizontal, meski nantinya harus kita pertanggungjawabkan pada Allah sebagai bagian dari ibadah vertikal. Kita hidup di Indonesia yang heterogen agamanya. Dipandu ideologi Pancasila, dalam sila 1 “Ketuhanan Yang Maha Esa”. Heterogennya agama di Indonesia memunculkan berbagai hal baik positif maupun negatif. Hal positif berupa keberhasilan warganegara membentuk diri menjadi insan relijius. Hal negatif adalah munculnya sikap ekstrim yang menolak kaum liyan.
Karena heterogennya agama yang ada di Indonesia, maka penting sekali untuk menguatkan semangat moderasi beragama. Buku panduan Moderasi Beragama dari Kementerian Agama RI mencantumkan kata moderasi berasal dari Bahasa Latin moderâtio, yang berarti kesedangan (tidak kelebihan dan tidak kekurangan). Kata itu juga berarti penguasaan diri (dari sikap sangat kelebihan dan kekurangan). Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) menyediakan dua pengertian kata moderasi, yakni: 1. n pengurangan kekerasan, dan 2. n penghindaran keekstreman. Jika dikatakan, “orang itu bersikap moderat”, kalimat itu berarti bahwa orang itu bersikap wajar biasa saja dan tidak ekstrem.
Moderasi beragama merupakan sikap beragama yang seimbang antara pengamalan agama sendiri (eksklusif) dan penghormatan kepada praktik beragama orang lain yang berbeda keyakinan (inklusif). Keseimbangan atau jalan tengah dalam praktik beragama ini niscaya akan menghindarkan kita dari sikap ekstrem berlebihan, fanatik dan sikap revolusioner dalam beragama.
Moderasi beragama ini menjadi kunci toleransi dan kerukunan. Jika semua umat dari semua agama yang diakui secara resmi di Indonesia menggiatkan dengan sungguh-sungguh moderasi beragama maka kerukunan akan terjaga. Karena akan muncul sikap saling menghargai dan menghormati yang menjadi basis karakter persatuan dan kesatuan. Sikap saling menghormati ini jelas tidak boleh dimaknai sebagai mencampuradukkan akidah. Tetapi adalah menghormati pilihan, ibadah, dan aturan sesuai agama masing-masing. Kalau dalam Islam jelas disebutkan lakum dinukum waliyadin.
Strategi penguatan moderasi beragama wajib dilakukan melalui jalur pendidikan. Generasi muda kita haruslah menjadi generasi yang cinta damai. Jangan sampai mereka tumbuh menjadi generasi yang memilih kekerasan sebagai solusi. Kekerasan baik secara verbal maupun aksi sangat berbahaya dan akan merusak tatanan hidup masyarakat. Akan ada kerugian besar yang dikorbankan jika sampai generasi muda kita salah dalam menentukan langkah. Dan ini adalah termasuk tanggungjawab para pendidik dan seluruh stake holder pemegang tampuk kebijakan pendidikan di Indonesia. Sehingga penguatan semangat Moderasi Beragama di sekolah urgent untuk dilakukan dan dimaksimalkan.