Yogyakarta (MAN 1 YK) -- Penerapan moderasi beragama dalam kehidupan sehari-hari perlu didasari dengan prinsip adil, berimbang dan toleran. Adil artinya tidak berat sebelah, tidak memihak, hanya berpihak pada kebenaran, dan sepatutnya tidak melakukan kesewenang-wenangan kepada siapapun. Berimbang artinya cara pandang, sikap, dan komitmen untuk selalu berpihak pada keadilan, kemanusiaan dan persamaan. Kemudian toleran artinya penghargaan terhadap perbedaan pandangan dan kemajemukan identitas budaya masyarakat.
Hal tersebut disampaikan dalam khutbah Jumat oleh khatib Hilman Abdullah, S.Hum., Jumat (23/12/2022), di Masjid Al-Hakim Komplek MAN 1 Yogyakarta. Rangkaian ibadah sholat Jumat, diikuti oleh civitas akademika.
Terang Khatib Hilman, moderasi beragama merupakan cara pandang, pemahaman dan pengamalan agama yang menekankan pada keberimbangan antara sisi substansi dan aplikasi, keterbukaan sikap beragama dan relijiusitas obyektif, merupakan bagian dari langkah staregis untuk menjaga dan mengelola kekayaan khasanah bangsa yang berupa keragaman suku, budaya, bahasa, agama dan sebagainya.
“Semua itu merupakan realitas sosial kebangsaan, yang tentunya tidak bisa dinafikan oleh segenap eleman bangsa dengan alasan ataupun pertimbangan atau kepentingan apapun,” ujarnya.
Ungkapnya, beragama itu pada dasarnya merupakan kesadaran kemanusiaan yang paling mendasar yang didasarkan pada keyakinan terhadap Dzat Yang Maha Pencipta, Tuhan Yang Maha Kuasa, yang diwujudkan dalam sikap-mental dan perilaku yang sarat dengan nilai-nilai kemanusiaan dan ketuhanan.
Karena itu, penguatan moderasi beragama pada dasarnya merupakan bagian dari ikhtiar membuka kesadaran akan arti pentingnya menumbuhkan kesadaran menjaga amanat bangsa yang kaya dengan keragamanan suku, budaya, bahasa dan agama dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia. (dzl)