Yogyakarta (MAN 1 YK) -- Di tengah kemajemukan suku, agama, bahasa dan budaya masyarakat Indonesia, sering kali dihadapkan konflik sosial yang dilatarbelakangi perbedaan cara pandang masalah keagamaan. Sehingga hal tersebut berpotensi mengusik kedamaian dan kebersamaan, serta persatuan anak bangsa Indonesia.
Karena pentingnya hal tersebut, Satgas Anti Radikalisme (Sandimas), salah satu Organisasi Bidang OSIS MAN 1 Yogyakarta menggelar Seminar Nasional Moderasi Beragama dengan tema ‘Pendidikan Karakter Bagi Pelajar Sebagai Pelopor dalam Membangun Moderasi Beragama’, Sabtu (29/01/2022) secara daring dan luring.
Seminar Nasional ini terbuka untuk pelajar jenjang MA/SMA Sederajat lintas agama ini, menghadirkan sejumlah narasumber: Dr.H.Masmin Afif, M.Ag (Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama DIY), Dr.Imam Bukhari, M.Pd., (Pokja Moderasi Beragama Kementerian Agama RI), dan Kalis Mardiasih (Penggerak Moderasi dan Aktivis).
Kepala MAN 1 Yogyakarta Drs.H.Wiranto Prasetyahadi, M.Pd, menjelaskan, moderasi beragama harus terus dikuatkan, terutama di kalangan pelajar sebagai generasi penerus bangsa. Ia mengajak para pelajar untuk menjadi pelopor dalam membangun moderasi beragama. Sehingga, lanjutnya, akan terwujud persahabatan, persaudaraan yang hidup bersama dalam kesatuan dan harmoni. “Mari kita mulai dari pelajar sebagai generasi muda,”pintanya.
Sementara itu, Kakanwil Kemenag DIY Masmin Afif dalam sambutannya menyampaikan apresiasi yang setinggi-tingginya atas penyelenggaraan seminar nasional tentang moderasi beragama ini. Ungkapnya, penguatan moderasi merupakan salah satu dari tujuh kebijakan prioritas kementerian agama, yaitu: penguatan moderasi beragama, transformasi digital, revitalisasi KUA, kemandirian pesantren, tahun toleransi 2022, dan Religiosity Index yakni, kebijakan yang ingin menjadikan Indonesia sebagai barometer kualitas persaudaraan antar sesama umat Islam, sebangsa, dan umat manusia, sehingga dapat menjadi pusat pendidikan moderasi beragama dan kebhinnekaan dunia.
“Ketika keberagaman itu dapat bersinergi, maka akan menghasilkan kondisi masyarakat yang baik, sebagaimana pelangi dengan ragam warna yang bersinergi sehingga menghasilkan keindahan,”ujarnya.
Narasumber pertama, Imam Bukhari, menjelaskan, moderasi beragama sangat penting di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Pasalnya, sejak awal adalah beragama: kepercayaan, keyakinan, agama, ras, dan golongan. “Ini adalah anugerah, harus disyukuri dengan cara menjaga dan mempertahankan,” ungkapnya, via Zoom Meeting.
Lanjutnya, agar bisa hidup bersama, saling menghargai secara damai dan harmoni, maka perlu disatukan dalam kesepakatan bersama, yaitu konstitusi Negara: Pancasila dan UUD 45 yang tidak bertentangan dengan syariat Islam. Kesepakatan bersama tersebut akan bisa diterima dengan baik oleh semua kalangan jika didasari cara pandang beragama yang moderat. “Maka moderasi beragama, termasuk agama apa pun adalah prasyarat dan menjadi pertaruhan adanya NKRI ini,” tandasnya.
Terangnya, moderasi beragama adalah cara pandang, sikap, dan praktik beragama dalam kehidupan bersama dengan cara mengejawantahkan esensi penting ajaran agama: yang melindungi martabat kemanusiaan, membangun kemaslahatan umum, berlandaskan prinsip adil dan berimbang, serta menaati konstitusi sebagai kesepakatan berbangsa.
Imam Bukhari menyebutkan kiat-kiat agar remaja atau pelajar bisa moderat. Pertama, bersikap terbuka menerima gagasan baru; moderasi beragama. Kedua, Moderasi Beragama harus dipahami secara cukup dari sumber autentik. Ketiga, harus diyakini moderasi adalah haq (benar), agama yang benar ‘ala sawadil a’dham’. Kelima, Moderasi harus diterapkan dalam situasi. Dan keenam, memperjuangkan moderasi beragama tidak boleh dengan cara yang tidak moderat.
Sementara itu, narasumber kedua, Kalis Mardiasih, meyampaikan, moderasi beragama mengantarkan agama menjadi alat untuk mencapai tujuan mewujudkan masyarakat yang berkesesuaian dengan cita-cita UUD 1945. Ungkapnya, Generasi Z (usia 18-21 tahun) terlahir dan besar di era digital. Generasi ini tumbuh bersamaan dengan maraknya penggunaan social media yang menghilangkan jarak antar Negara.
Lanjutnya, dalam survei tersebut diketahui pula, faktor keluarga, pertemanan, hingga waktu luang untuk berkreasi turut mempengaruhi kebahagian generasi Z. Kendati demikian, menurutnya, mereka dinilai masih memilki toleransi yang tinggi, terutama dalam memilih teman.
Seminar berlangsung khidmat dan meriah. Tampak banyak peserta seminar baik secara luring dan daring, sangat antusias untuk bertanya. Hadir pula Mansacustik, Grup Musik Siswa MAN 1 Yogyakarta menyuguhkan beberapa lagu di sela-sela acara.
Banyak respons positif peserta mengapresiasi kegiatan ini. “Ini sangat bermanfaat bagi pelajar untuk belajar keberagaman agama. Semoga semua peserta dapat menjalankan dalam kerukunan beragama dan saling menghargai,” ujar Fabiandra siswi kelas 10 SMAN 4 Yogyakarta.
“Terima kasih telah diundang dalam acara seminar ini. Saya merasa mendapat pelajaran baru, tentunya yang bermanfaat untuk saya, dan saya bisa membagikan ilmu yang saya dapatkan ini kepada teman-teman saya yang di sekolah. Saya juga berharap, kita bisa bertemu di lain kesempatan,” tutur Aurell Varda Lilian siswi SMA Stella Duce 1 Yogyakarta itu.
“Sangat seru, menambah ilmu dan wawasan. Acara ini mewakilkan keresahan saya terhadap oknum-oknum yang masih intoleran. Semoga makin banyak yang menyelenggarakan acara ini, karena kita bisa berlatih atau menambah wawasan tentang toleransi,” kesan Jonathan Areldeo, SMA Pangudi Luhur Yogyakarta. (dzl)