Yogyakarta (MAN 1 YK)--MAN 1 Yogyakarta menggelar Diskusi Ilmiah dengan mengusung tema Pengarusutamaan (Mainstreaming) Paham Moderasi Keagamaan. Diskusi yang Menghadirkan Alumnus MAPK MAN 1 Yogyakarta yaitu Prof. Dr. H. Mudhofir, S.Ag., M.Pd. sebagai narasumber, Senin (16/9) siang, di Aula lantai 2.
Madrasah Aliyah Negeri Program Keagamaan (MAN-PK) merupakan Program Khusus sekaligus unggulan di MAN 1 Yogya. Tidak bisa dipungkiri keberadaan MAN PK turut melahirkan cendekiawan / Intelektual Muslim yang banyak berkontribusi dalam kehidupan bangsa, terutama dalam membendung paham radikalisme yang akhir-akhir ini muncul ke permukaan sehingga meresahkan kehidupan berbangsa dan bernegara.
Kepala MAN 1 Yogyakarta, Drs. H. Wiranto Prasetyahadi, M.Pd., menyampaikan, acara ini bertujuan agar siswa-siswi terhindar dari pemikiran radikal. “Harapan saya kepada para siswa MAN-PK agar dapat mengikuti jejak-jejak keberhasilan senior mereka yang kini telah menjadi rektor IAIN Surakarta tersebut, dari MANSA untuk Indonesia,” ujarnya.
Dalam Diskusi ini, Lulusan MAN 1 Yogya tahun 1991 tersebut Menyoroti tantangan Indonesia dalam menghadapi radikalisme dan terorisme. Radikalisme dan Era Revolusi Industri 4.0 merupakan masalah terberat, adanya Supply and Demand (penawaran dan permintaan) antara keduanya sangat berbahaya untuk moralitas dan akhlak.
“Orang yang bersikap cerdas dan santun namun tercemari paham radikal dan akhirnya menjadi pelaku teroris adalah contoh bagaimana radikalisme berkembang dengan sangat masif, contohnya adalah Rohis yang sering disusupi radikal.” terang Guru Besar Pemikiran Islam tersebut.
“Dampak Luar Biasa revolusi industri 4.0 bukan hanya menyasar dunia ekonomi namun juga dunia pendidikan. Inti dari revolusi industri 4.0 adalah otomatisasi kecerdasan buatan, dengan begitu informasi apapun akan sangat mudah untuk diakses, maka lahirlah The Death of Expertise akibat kemudahan Internet. Bukan tidak mungkin jika dunia berkembang secara linear, sistem pendidikan Indonesia akan melahirkan produk Individualisme seperti pendidikan barat,” tutur Pria yang baru memperoleh gelar Guru Besar pada 27 Juni 2019 itu.
Fanatisme terhadap suatu pemikiran masih dapat dibenarkan selama tidak mengganggu ketertiban orang lain. Sedangkan sikap Individual yang dimunculkan oleh kelompok Radikal ini adalah Fanatik buta. Padahal Moderasi keagamaan merupakan hal yang sunatullah sebagaimana QS. Yunus 10:99 yang artinya “Dan jikalau Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman semua orang yang di muka bumi seluruhnya. Maka apakah kamu (hendak) memaksa manusia supaya mereka menjadi orang-orang yang beriman semuanya?,” jelasnya alumnus MAPK tahun 1991 itu.
“Meneladani sikap Rasulullah sebagai pembawa risalah adalah kewajiban seorang muslim, namun yang perlu disadari ada hal-hal yang tidak bisa ditiru. Yang harus diingat, hal pertama yang Rasul ajarkan yaitu Aqidah dan Akhlak yang menjadikan Islam Sebagai Rahmatan Lil Alamin. Dengan jumlahnya yang mayoritas, Indonesia hanya dapat ditopang oleh umat Islam. Dengan demikian masa depan Indonesia hanya bisa ditentukan dengan kerja sama antar mazhab,” Lanjut Pria dengan logat ngapak tersebut.
Di penghujung diskusi pria yang memiliki 44 publikasi ilmiah baik berbahasa Indonesia, Inggris maupun Arab ini memberi motivasi kepada para siswa MAN-PK yang harus membangun mimpi dan imajinasinya. Biarlah kegagalan dan kegelisahan menghampiri, sehingga kesulitan akan membuatnya berpikir dan mencari solusi.
Selain itu Rektor IAIN Surakarta ini berpesan agar tidak terpapar paham radikal dengan membangun dan mengembangkan nalar berpikir siswa-siswi agar tercipta pemikiran yang open minded. Maka perlu mewajibkan para siswa memperbanyak bacaan dan membentuk komunitas yang membangkitkan pemikiran logis dengan sendirinya. Selain itu lanjutnya, masa-masa SMA/MA sangat mudah dipengaruhi maka madrasah harus sering mendatangkan orang-orang hebat.
Acara di hadiri seluruh siswa MAN-PK, santri Al-Hakim, perwakilan kelas serta dewan guru. Saat sesi tanya jawab para peserta sangat antusias. Agar hasil diskusi tidak sia-sia, Suyanto (Waka Keagamaan) mewajibkan para peserta membuat resume yang dikumpulkan di akhir acara. Kemudian di akhir acara dilakukan penyerahan cendera mata berupa lukisan karikatur kepada Narasumber dilanjutkan dengan foto bersama. (adr/dzl)